A. Perdebatan Evolusi
Di saat gema buku Darwin mengenai evolusi sedang menjadi pusat
perhatian, seorang ahli botani Austria bernama Gregor Mendel menemukan hukum penurunan sifat pada
tahun 1865. Meskipun tidak banyak dikenal orang hingga akhir abad ke-19, penemuan Mendel mendapat perhatian besar di
awal tahun 1900-an. Inilah awal kelahiran ilmu genetika.
Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan. Pada
tahun 1950-an, penemuan struktur molekul DNA yang berisi informasi genetis
menghempaskan teori evolusi ke dalam krisis. Alasannya adalah kerumitan luar
biasa dari kehidupan dan ketidakabsahan mekanisme evolusi yang diajukan Darwin.
Perkembangan ini seharusnya membuat teori Darwin terbuang. Namun ini tidak
terjadi, karena ada
kelompok-kelompok tertentu yang
bersikeras merevisi, memperbarui
dan mengangkat kembali teori
ini pada kedudukan ilmiah.
Teori Darwin jatuh terpuruk dalam krisis karena hukum-hukum
genetika yang ditemukan pada perempat pertama abad ke-20. Meskipun demikian,
sekelompok ilmuwan yang bertekad bulat tetap setia kepada Darwin berusaha
mencari jalan keluar. Mereka
berkumpul dalam sebuah pertemuan yang
diadakan oleh Geological Society of America pada tahun 1941. Ahli genetika
seperti G. Ledyard Stebbins dan Theodosius Dobzhansky, ahli zoologi seperti
Ernst Mayr dan Julian Huxley, ahli paleontologi seperti George Gaylord Simpson
dan Glenn L. Jepsen, dan ahli genetika matematis seperti Ronald Fisher dan
Sewall Right, setelah pembicaraan panjang akhirnya menyetujui cara-cara untuk
“menambal sulam” Darwinisme.
Kader-kader ini berfokus
kepada pertanyaan tentang
asal usul
variasi menguntungkan yang diasumsikan menjadi penyebab makhluk
hidup berevolusi, yaitu sebuah masalah yang tidak mampu dijelaskan oleh
Darwin sendiri dan dielakkan dengan
bergantung pada teori Lamarck. Gagasan mereka kali ini
adalah “mutasi acak”
(random mutations). Mereka menamakan teori baru ini “Teori Evolusi Sintetis Modern” (The Modern Synthetic Evolution
Theory), yang dirumuskan dengan menambahkan konsep mutasi pada teori seleksi alam Darwin.
Dalam waktu singkat,
teori ini dikenal
sebagai “neo-Darwinisme” dan mereka
yang mengemukakannya disebut “neo-Darwinis”.
Beberapa dekade berikutnya
menjadi era perjuangan
berat untuk membuktikan kebenaran
neoDarwinisme. Telah diketahui bahwa mutasi atau “kecelakaan” yang terjadi pada gen-gen makhluk hidup selalu
membahayakan. Neo-Darwinis berupaya memberikan contoh “mutasi yang menguntungkan” dengan melakukan ribuan eksperimen mutasi.
Akan tetapi semua upaya mereka berakhir dengan kegagalan total. Mereka juga
berupaya membuktikan bahwa makhluk hidup pertama muncul secara kebetulan di
bawah kondisi-kondisi bumi primitif, seperti yang diasumsikan teori tersebut.
Akan tetapi eksperimen-eksperimen ini pun menemui kegagalan. Setiap eksperimen
yang bertujuan membuktikan bahwa kehidupan dapat dimunculkan secara kebetulan
telah gagal. Perhitungan probabilitas
membuktikan bahwa tidak ada satu pun protein, yang merupakan molekul
penyusun kehidupan, dapat
muncul secara kebetulan.
Begitu pula sel,
yang menurut anggapan evolusionis
muncul secara kebetulan pada kondisi
bumi primitif dan tidak terkendali, tidak dapat disintesis oleh
laboratorium-laboratorium abad ke-20 yang tercanggih sekalipun.
Teori neo-Darwinis telah
ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah ditemukan di belahan dunia mana
pun “bentuk-bentuk transisi” yang diasumsikan teori neo-Darwinis sebagai bukti
evolusi bertahap pada makhluk hidup
dari spesies primitif
ke spesies lebih
maju. Begitu pula
perbandingan anatomi menunjukkan
bahwa pesies yang diduga telah
berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki ciri-ciri anatomi yang sangat
berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek moyang dan keturunannya. Neo-Darwinisme
memang tidak pernah menjadi teori
ilmiah, tapi merupakan sebuah
dogma ideologis kalau tidak bisa disebut
sebagai semacam
"agama". Oleh karena itu,
pendukung teori evolusi masih saja mempertahankannya meskipun
bukti-bukti berbicara lain.
Tetapi ada satu
hal yang mereka
sendiri tidak sependapat, yaitu
model evolusi mana yang “benar” dari sekian banyak model yang diajukan. Salah satu hal terpenting dari model-model
tersebut adalah sebuah skenario fantastis yang disebut “punctuated
equilibrium”.
B. Punctuated Equilibrium
Sebagian besar ilmuwan yang mempercayai
evolusi menerima teori neo-Darwinis bahwa evolusi terjadi secara perlahan dan
bertahap. Pada beberapa dekade terakhir ini, telah dikemukakan sebuah model
lain yang dinamakan “punctuated equilibrium”. Model ini menolak gagasan Darwin
tentang evolusi yang terjadi secara kumulatif dan sedikit demi sedikit.
Sebaliknya, model ini menyatakan evolusi terjadi dalam “loncatan” besar yang
diskontinu.
Model ini pertama kali muncul pada awal
tahun 1970-an. Awalnya, dua orang ahli paleontologi Amerika, Niles
Eldredge dan Stephen Jay Gould,
sangat sadar bahwa pernyataan neo-Darwinis telah diruntuhkan secara absolut
oleh catatan fosil. Fosil-fosil telah
membuktikan bahwa makhluk hidup tidak berasal dari evolusi bertahap, tetapi
muncul tiba-tiba dan sudah terbentuk sepenuhnya. Hingga sekarang neo-Darwinis senantiasa berharap bahwa bentuk peralihan
yang hilang suatu hari akan ditemukan.
Eldredge dan Gould menyadari bahwa harapan ini tidak berdasar, namun di sisi
lain mereka tetap tidak mampu meninggalkan dogma evolusi. Karena itulah akhirnya mereka mengemukakan
sebuah model baru yang disebut
punctuated equilibrium tadi. Inilah
model yang menyatakan bahwa evolusi tidak terjadi sebagai hasil dari variasi
minor, namun dalam perubahan besar dan tiba-tiba.
Model ini hanya sebuah khayalan. Sebagai
contoh, O.H. Shindewolf, seorang ahli paleontologi dari Eropa yang merintis
jalan bagi Eldredge dan Gould,
menyatakan bahwa burung pertama muncul dari sebutir telur reptil, sebagai
“mutasi besar-besaran” (gross
mutation), yakni akibat “kecelakaan” besar yang terjadi
pada struktur gen.
Menurut teori tersebut,
seekor binatang darat dapat
menjadi paus raksasa setelah
mengalami perubahan menyeluruh secara
tiba-tiba. Pernyataan yang
sama sekali bertentangan
dengan hukum-hukum genetika, biofisika dan biokimia ini, sama ilmiahnya dengan dongeng katak yang
menjadi pangeran. Dalam ketidakberdayaan
karena pandangan neo-Darwinis terpuruk dalam krisis, sejumlah ahli paleontologi
pro-evolusi mempercayai teori ini, teori baru yang bahkan lebih ganjil daripada
neo-Darwinisme itu sendiri. Satu-satunya
tujuan model ini adalah memberikan penjelasan untuk mengisi celah dalam catatan fosil yang tidak dapat
dijelaskan model neo-Darwinis.
Namun, usaha menjelaskan kekosongan
fosil dalam evolusi burung dengan pernyataan bahwa “seekor burung muncul tiba-tiba
dari sebutir telur reptil” sama
sekali tidak rasional. Sebagaimana
diakui oleh evolusionis
sendiri, evolusi dari
satu spesies ke
spesies lain membutuhkan
perubahan besar informasi genetis yang menguntungkan. Akan tetapi, tidak ada mutasi yang memperbaiki informasi genetis atau
menambahkan informasi baru padanya.
Mutasi hanya merusak informasi
genetis. Dengan demikian, “mutasi besar-besaran” yang digambarkan oleh
model punctuated equilibrium hanya akan menyebabkan pengurangan atau perusakan
“besar-besaran” pada informasi genetis. Lebih
jauh lagi, model
punctuated equilibrium runtuh
sejak pertama kali
muncul karena ketidak mampuannya
menjawab pertanyaan tentang asal usul kehidupan; pertanyaan serupa yang
menggugurkan model neo-Darwinis sejak awal.
Karena tidak satu protein pun yang muncul secara
kebetulan, perdebatan mengenai
apakah organisme yang terdiri dari milyaran protein mengalami proses evolusi
secara “tiba-tiba” atau “bertahap” tidak masuk akal.
Kendati demikian, neo-Darwinisme masih
menjadi model yang terlintas dalam pikiran ketika “evolusi” menjadi pokok
perbincangan dewasa ini. Dalam bab-bab selanjutnya, kita akan melihat dua
mekanisme rekaan model neo-Darwinis, kemudian
memeriksa catatan fosil
untuk menguji model
ini. Setelah itu,
kita akan membahas pertanyaan
tentang asal usul kehidupan yang menggugurkan model neo-Darwinis dan semua
model evolusionis lain seperti “evolusi dengan lompatan” (evolution by leaps).
Sebelumnya, ada baiknya meng-ingatkan
pembaca bahwa fakta yang akan kita hadapi di setiap tahap adalah bahwa
skenario evolusi merupakan
sebuah dongeng belaka,
kebohongan besar yang
sama sekali bertentangan dengan
dunia nyata. Ini adalah sebuah skenario yang telah digunakan untuk membohongi
dunia selama 140 tahun. Berkat penemuan-penemuan ilmiah terakhir, usaha kontinu
mempertahankan teori tersebut akhirnya menjadi mustahil.
Tulisan ini diambil dari "Makalah Evolusi Puncutuated Equilibrium" oleh Mahasiswa Pendidikan Non Reguler 2008 Universitas Negeri Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar